Senin, 08 Desember 2014

Carano Dan Adat Minangkabau

Carano (atribut dan alat perlengkapan upacara adat Minangkabau). Fungsinya amat vital, bisa gagal upacara adat kalau tidak ada carano. Dalam perkembangan sekarang penggunaan carano, fungsi sosialnya diperluas. Fungsi diperluas itu carano digunakan sebagai alat khusus menyambut dan pemberian penghormatan kepada tamu terhormat (VIP) dalam sebuah upacara serimornial di Sumatera Barat.
Carano berbentuk wadah sirih pinang yang unik terbuat dari loyang. Garis tengahnya 60 cm dan tingginya 62 cm, biasanya tertutup setidaknya dengan kain delamak (sarilamak). Ke indahannya diibaratkan burung tiuang akan terbang, eloknya seperti elang akan hinggap, ukirannya motiv pucuk rebung (bambu muda yang baru keluar dari rumpunnya), ditata bamego-mego (megah), beralas kasap kain rumin. Letaknya di tangah-tangah kerapatan atau dalam upacara pesta adat. Dalam petata petiti adat Minang, Carano datang nan dari tanah Banja bernama carano basa. Banja dimaksud sebuah cikal bakal nagari yang hanya dihunyi satu suku.
Ada atribut adat mirip dengan carano ini dalam fungsi dan bentuknya, antara lain (1) Langguai bentuk dan besarnya sama dengan carano, biasa diisi sirih – pinang tapi tidak tertutup seperti carano dan kalau ditutup kain delamak akan berfungsi carano. (2) Tepak di 50 Kota bentuknya empat persegi 50 x 60 cm spesial untuk tempat sirih dan bahan pemakan sirih, mirip pula kotak disebut pancang di Pesisir Selatan, (3) Katidiang tonggak, terbuat dari bambu atau kayu berukir diisi dengan beras di bagian bawah, kue di bagian atas. Ada pula bentuk lain kampia sirih untuk membawa sirih menjalankan ucok (ucapan mengundang) seperti di Pariaman, juga ada jenis yang lebih besar dan tinggi bernama dulang tempat menyusun sirih dalam upacara adat perkawinan yakni maanta sirih (mengantarkan sirih).
Carano simbol kemuliaan bagi penghulu dan rajo serta orang nan-4 fungsi keluarga adat yakni (1) urang sumando, (2) mamak rumah, (3) mande bapak dan (4) anak daro (mempelai wanita). Bagi mereka carano berdaya fungsi untuk (1) perlengkapan syarat mamanggia (memanggil) penganten lelaki dan upacara adat manta sirih (mangantarkan sirih), (2) perlengakapan syarat dimulainya persidangan adat, memolia (memuliakan) orang-orang nan gadang basa batuah (penghulu /datuk atau ninik mamak) disamping mengasihi nan ketek (menyayangi yang kecil) dengan symbol rokoh dalam gelas pada upacara adat seperti upacara baiyo-iyo (minum kopi malam, memperhitungkan kapan helat perkawinan akan dilangsungkan), (3) alat penghormatan pada tamu dalam acara serimonial, (4) bukti nasib mujur di Minangkabau, dll.
Carano simbol kemuliaan bagi penghulu dan rajo serta orang nan-4 fungsi keluarga adat yakni (1) urang sumando, (2) mamak rumah, (3) mande bapak dan (4) anak daro (mempelai wanita). Bagi mereka carano berdaya fungsi untuk (1) perlengkapan syarat mamanggia (memanggil) penganten lelaki dan upacara adat manta sirih (mangantarkan sirih), (2) perlengakapan syarat dimulainya persidangan adat, memolia (memuliakan) orang-orang nan gadang basa batuah (penghulu /datuk atau ninik mamak) disamping mengasihi nan ketek (menyayangi yang kecil) dengan symbol rokoh dalam gelas pada upacara adat seperti upacara baiyo-iyo (minum kopi malam, memperhitungkan kapan helat perkawinan akan dilangsungkan), (3) alat penghormatan pada tamu dalam acara serimonial, (4) bukti nasib mujur di Minangkabau, dll.
Dalam upacara adat tadi, carano berfungsi untuk mencairkan kebekuan sa’at upacara adat itu akan dimulai. Disediakan carano, sebelum kato dimulai, sabalum karajo dikakok (dikerjakan), adat duduak siriah mayiriah, adat carano bapalegakan (dilegakan). Karenanya di Minangkabau ada pidato adat khusus yang disebut pidato sirih pinang biasanya untuk menyambut kedatangan tamu termasuk penganten pria atau pidato adat sekapur sirih pembuka bicara dalam upacara adat Minang.
Carano dalam fungsi upacara adat mamanggia (memanggil) penganten laki-laki dan upacara adat manta sirih, carano menjadi vital dan penentuan bentuk penghormatan dalam upacara adat itu.
Isi carano berupa sirih langkok (lengkap), di dalamnya tersimpan sebuah pesan kaum keluarga anak daro (penganten wanita) kepada kaum keluarga marapulai (penganten pria). Pesan itu intinya, semua yang terbaik dimiliki pihak keluarga anak daro, dipersembahkan kepada pihak keluarga marapulai, diawali dari carano dan isinya satu persatu sirih langkok.
Sirih lengkap dimaksud adalah sejumlah sirih tersusun dilengkapi dengan bahan untuk memakan sirih, di antaranya berupa pinang, kapua (sadah), gambir dan tembakau. Sirihnya diidentifikasi dalam pateta petiti adat: di lotong pada sirihnya, sirih tambalan kuku balam (tekukur), gagangnya berbatang putus, buahnya intan dengan podi (permata indah), bunga lada basaluak (melingkar) batang, buah diambil ketanaman, daun diambil ke gusuak (gosok) mandi… Ada 4 sirih sekapur, berasal dari orang nan-4 fungsi keluarga anak daro dan ditujukan kepada orang nan-4 jinih fungsi dalam keluarga marapulai (baca Amir MS, 1999:31)
Carano masih kuat fungsinya sampai sekarang sebagai perlengkapan adat Minang. Simbol nasib baik, kalau lagi mujur baselang (banyak) carano datang. Simbol penghormatan terhadap orang-orang besar dan bertuah, yakni penghulu (datuk atau ninik mamak lainnya) di daerah inti Minang Luak nan-3 (Tanah Datar, Agama dan 50 Kota) atau raja (datuk atau ninik mamak lainnya) di daerah rantau Minangkabau (Pesisir Pantai Barat Sumatera, dari Natal sampai Mukomuko) atau Pesisir Pantai Timur Sumatera (Kuntu Kampar, Sabak) bahkan sampai ke Negeri Sembilan Malaysia dan Alor di Malaka yang melaksanakan adat Datuk Perpatih nan Sabatang, dll. Carano juga masih dominan tingkat keterpakaiannya sampai sekarang di dalam penyambutan tamu pada acara serimornial Sumatera Barat terutama untuk memuliakan preseance yang fungsi sosialnya lebih tinggi (tamu VIP). Demikian vitalnya carano dalam adat, Rajo Alam di Minangkabau pun disimbolkan sebagai carano.***



Sumber : http://wawasanislam.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar