Carano (atribut dan alat perlengkapan upacara adat
Minangkabau).
Fungsinya amat vital, bisa gagal upacara adat kalau tidak ada carano.
Dalam perkembangan sekarang penggunaan carano, fungsi sosialnya
diperluas. Fungsi diperluas itu carano digunakan sebagai alat khusus
menyambut dan pemberian penghormatan kepada tamu terhormat (VIP) dalam
sebuah upacara serimornial di Sumatera Barat.
Carano
berbentuk wadah sirih pinang yang unik terbuat dari loyang. Garis
tengahnya 60 cm dan tingginya 62 cm, biasanya tertutup setidaknya dengan
kain delamak (sarilamak). Ke indahannya diibaratkan burung tiuang akan
terbang, eloknya seperti elang akan hinggap, ukirannya motiv pucuk
rebung (bambu muda yang baru keluar dari rumpunnya), ditata bamego-mego
(megah), beralas kasap kain rumin. Letaknya di tangah-tangah kerapatan
atau dalam upacara pesta adat. Dalam petata petiti adat Minang, Carano
datang nan dari tanah Banja bernama carano basa. Banja dimaksud sebuah
cikal bakal nagari yang hanya dihunyi satu suku.
Ada
atribut adat mirip dengan carano ini dalam fungsi dan bentuknya, antara
lain (1) Langguai bentuk dan besarnya sama dengan carano, biasa diisi
sirih – pinang tapi tidak tertutup seperti carano dan kalau ditutup kain
delamak akan berfungsi carano. (2) Tepak di 50 Kota bentuknya empat
persegi 50 x 60 cm spesial untuk tempat sirih dan bahan pemakan sirih,
mirip pula kotak disebut pancang di Pesisir Selatan, (3) Katidiang
tonggak, terbuat dari bambu atau kayu berukir diisi dengan beras di
bagian bawah, kue di bagian atas. Ada pula bentuk lain kampia sirih
untuk membawa sirih menjalankan ucok (ucapan mengundang) seperti di
Pariaman, juga ada jenis yang lebih besar dan tinggi bernama dulang
tempat menyusun sirih dalam upacara adat perkawinan yakni maanta sirih
(mengantarkan sirih).
Carano
simbol kemuliaan bagi penghulu dan rajo serta orang nan-4 fungsi
keluarga adat yakni (1) urang sumando, (2) mamak rumah, (3) mande bapak
dan (4) anak daro (mempelai wanita). Bagi mereka carano berdaya fungsi
untuk (1) perlengkapan syarat mamanggia (memanggil) penganten lelaki dan
upacara adat manta sirih (mangantarkan sirih), (2) perlengakapan syarat
dimulainya persidangan adat, memolia (memuliakan) orang-orang nan
gadang basa batuah (penghulu /datuk atau ninik mamak) disamping
mengasihi nan ketek (menyayangi yang kecil) dengan symbol rokoh dalam
gelas pada upacara adat seperti upacara baiyo-iyo (minum kopi malam,
memperhitungkan kapan helat perkawinan akan dilangsungkan), (3) alat
penghormatan pada tamu dalam acara serimonial, (4) bukti nasib mujur di
Minangkabau, dll.
Carano
simbol kemuliaan bagi penghulu dan rajo serta orang nan-4 fungsi
keluarga adat yakni (1) urang sumando, (2) mamak rumah, (3) mande bapak
dan (4) anak daro (mempelai wanita). Bagi mereka carano berdaya fungsi
untuk (1) perlengkapan syarat mamanggia (memanggil) penganten lelaki dan
upacara adat manta sirih (mangantarkan sirih), (2) perlengakapan syarat
dimulainya persidangan adat, memolia (memuliakan) orang-orang nan
gadang basa batuah (penghulu /datuk atau ninik mamak) disamping
mengasihi nan ketek (menyayangi yang kecil) dengan symbol rokoh dalam
gelas pada upacara adat seperti upacara baiyo-iyo (minum kopi malam,
memperhitungkan kapan helat perkawinan akan dilangsungkan), (3) alat
penghormatan pada tamu dalam acara serimonial, (4) bukti nasib mujur di
Minangkabau, dll.
Dalam
upacara adat tadi, carano berfungsi untuk mencairkan kebekuan sa’at
upacara adat itu akan dimulai. Disediakan carano, sebelum kato dimulai,
sabalum karajo dikakok (dikerjakan), adat duduak siriah mayiriah, adat
carano bapalegakan (dilegakan). Karenanya di Minangkabau ada pidato adat
khusus yang disebut pidato sirih pinang biasanya untuk menyambut
kedatangan tamu termasuk penganten pria atau pidato adat sekapur sirih
pembuka bicara dalam upacara adat Minang.
Carano dalam fungsi
upacara adat mamanggia (memanggil) penganten laki-laki dan upacara adat
manta sirih, carano menjadi vital dan penentuan bentuk penghormatan
dalam upacara adat itu.
Isi
carano berupa sirih langkok (lengkap), di dalamnya tersimpan sebuah
pesan kaum keluarga anak daro (penganten wanita) kepada kaum keluarga
marapulai (penganten pria). Pesan itu intinya, semua yang terbaik
dimiliki pihak keluarga anak daro, dipersembahkan kepada pihak keluarga
marapulai, diawali dari carano dan isinya satu persatu sirih langkok.
Sirih lengkap dimaksud adalah sejumlah sirih tersusun dilengkapi dengan
bahan untuk memakan sirih, di antaranya berupa pinang, kapua (sadah),
gambir dan tembakau. Sirihnya diidentifikasi dalam pateta petiti adat:
di lotong pada sirihnya, sirih tambalan kuku balam (tekukur), gagangnya
berbatang putus, buahnya intan dengan podi (permata indah), bunga lada
basaluak (melingkar) batang, buah diambil ketanaman, daun diambil ke
gusuak (gosok) mandi… Ada 4 sirih sekapur, berasal dari orang nan-4
fungsi keluarga anak daro dan ditujukan kepada orang nan-4 jinih fungsi
dalam keluarga marapulai (baca Amir MS, 1999:31)
Carano
masih kuat fungsinya sampai sekarang sebagai perlengkapan adat Minang.
Simbol nasib baik, kalau lagi mujur baselang (banyak) carano datang.
Simbol penghormatan terhadap orang-orang besar dan bertuah, yakni
penghulu (datuk atau ninik mamak lainnya) di daerah inti Minang Luak
nan-3 (Tanah Datar, Agama dan 50 Kota) atau raja (datuk atau ninik mamak
lainnya) di daerah rantau Minangkabau (Pesisir Pantai Barat Sumatera,
dari Natal sampai Mukomuko) atau Pesisir Pantai Timur Sumatera (Kuntu
Kampar, Sabak) bahkan sampai ke Negeri Sembilan Malaysia dan Alor di
Malaka yang melaksanakan adat Datuk Perpatih nan Sabatang, dll. Carano
juga masih dominan tingkat keterpakaiannya sampai sekarang di dalam
penyambutan tamu pada acara serimornial Sumatera Barat terutama untuk
memuliakan preseance yang fungsi sosialnya lebih tinggi (tamu VIP).
Demikian vitalnya carano dalam adat, Rajo Alam di Minangkabau pun
disimbolkan sebagai carano.***
Sumber : http://wawasanislam.wordpress.com